Anthonie Frits |
Dari seminar tersebut, tim perumus sudah merumuskan hasil seminar yang kemudian diserahkan ke berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta.Dan berikut rumusan dari seminar tersebut :
2. Mengingat posisi penting keberadaan hutan di Pulau Jawa dan banyaknya permasalahan dan tantangan yang dihadapi, baik teknis kehutanan maupun sosial ekonominya, maka kebijakan strategi pengelolaan hutan di pulau terpadat di Indonesia harus dilakukan dengan hati-hati, dan didahului dengan kajian yang mendalam, komprehensif serta harus melibatkan para pihak
3. Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021, menyatakan bahwa pembentukan UUCK melanggar UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak direvisi dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan”. Dalam putusan MK tersebut juga dinyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka penerbitan SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan KHDPK dengan luas 1,1 juta hektare yang merupakan kebijakan strategis dan berdampak luas dikhawatirkan akan mendorong pengurangan luas tutupan hutan dan peningkatan potensi konflik horisontal masyarakat
4. Selain itu, kebijakan KHDPK yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tanggal 5 April 2022 yang belum dilengkapi dengan lampiran peta sebagai satu kesatuan dengan SK tersebut dapat menimbulkan multi interpretasi terhadap penentuan areal KHDPK dan dapat berakibat menimbulkan kegaduhan atau konflik sosial di tingkat akar rumput.
Berkenaan dengan poin 1 sampai dengan poin 4 di atas, forum seminar merekomendasikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Secepatnya melakukan executive review untuk perbaikan isi atau content SK 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 dengan melibatkan para pihak
b. Melakukan penundaan pemberlakuan SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 sampai dengan selesainya proses executive review tersebut pada point a, dan/atau sampai dengan batas waktu yang diatur oleh Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021
c. Melakukan kajian analisis risiko yang melibatkan multi pihak dan sosialisasi yang memadai kepada para pihak terkait, sehingga dapat meminimalkan potensi konflik yang muncul di kemudian harid. Penetapan KHDPK dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan terpenuhinya kriteria KHDPK, kesiapan calon subjek pengelola, tidak mengganggu going concern Perhutani, keberlanjutan kelola SDH dan keseimbangan ekosistem Pulau Jawa
e.
Melakukan sosialisasi
SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 secara menyeluruh untuk menghindari
perbedaan penafsiran di lapangan dengan mengundang para pihak terkait,
yang terdiri dari unsur institusi pemerintah, pemerintah daerah, Perum
Perhutani, praktisi kehutanan, akademisi, masyarakat desa hutan, CSO
(Civil Society Organization) dan LSM
f. Melakukan langkah-langkah konkret di lapangan untuk memitigasi
potensi konflik horisontal serta menangani dan melokalisir konflik
sosial yang saat ini sudah terjadi pada tingkat tapak di beberapa
lokasi/daerah sehingga bisa mereda dan tidak meluas
g. Memastikan tidak ada agenda
Reforma Agraria pada kawasan hutan di Jawa.
h. Menyiapkan Kelembagaan Masyarakat yang akan menjadi calon pengelola areal Perhutanan Sosial
i. Membuat mekanisme penyelesaian dan pemanfaatan aset Perum Perhutani di wilayah KHDPK
j. Memastikan terjaminnya perlindungan hutan khususnya di areal KHDPK di masa transisi sebelum terbentuknya kelembagaan pengelola KHDPK
Dalam hal rencana implementasi KHDPK di Pulau Jawa, maka perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan harus dikawal oleh semua pihak, khususnya berkenaan dengan:
a. Tata kelola (governance) sumber daya hutan di Jawa khususnya kelembagaan pengelola KHDPK dan tata hubungan kerja antar institusi
b. Klustering wilayah KHDPK sesuai fungsi dan peruntukan serta memastikan luas dan sebaran areal KHDP untuk kepentingan Perhutanan Sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan pemanfataan jasa lingkungan hutan
c. Transformasi sumber daya yang dimiliki Perum Perhutani berupa aset biologis, aset tanah dan bangunan dan sumber daya manusia (SDM)
Dari rumusan tersebut, diserahkan kepada 8 pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan hutan di Pulau Jawa, seperti :
1. 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
2. 2. Menteri Negara BUMN
3. 3. Ketua Komisi IV DPR RI
4. 4. Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, Gubernur Jawa
Barat,Gubernur Banten
5. 5. Dirut Perum Perhutani
6. 6. Dekan Fakultas Kehutanan di Pulau Jawa
7. 7. Asosiasi LMDH di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten
8. 8. CSO/LSM di bidang kehutanan maupun lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar