Dialog rakyat gelaran BCW dengan tema transparan kebijakan publik (foto arif/kj) |
Isu tambang semakin menguat dan yang paling mutakhir dijualnya saham milik Pemkab Banyuwangi yang terkait saham eksploitasi penambangan emas PT Bumi Suksesindo pemegang kontrak eksploitasi tambang emas Tumpang Pitu Pesanggaran.
Hal itulah yang melatarbelakangi salah satu LSM di Bumi Blambangan menggelar dialog rakyat yang mengangkat tema ‘Tansparansi Kebijakan Publik’ . Yang disoroti dari dialog ini adalah masalah penjualan saham tambang emas Tumpang Pitu dan pelepasan Gunung Ijen dari pangkuan Banyuwangi.
LSM BCW menggelar dialog rakyat di Pesona Oseng - rumah makan di Yosomulyo Gambiran. Fokus yang disoroti terutama transparansi penjualan saham milik Pemda dan sudah dicairkan hasil penjualan saham sebesar lebih dari Rp 298 miliar.
Menurut Sofiyandi selaku narasumber dari DPRD Banyuwangi, memang benar Pemkab Banyuwangi telah menjual sahamnya di tambang emas Tumpang Pitu dan uangnya sudah ditransfer ke rekening Pemda Banyuwangi sebesar lebih dari Rp 298 miliar.
Namun tidak diduga reaksi peserta dialog yang berasal dari aktivis LSM, media dan juga warga terdampak penambangan dari Pancer. Reaksi keras muncul dari warga Pancer yang hadir kurang lebih 20 orang justru mempermasalahkan perluasan wilayah penambangan yang sekarang sudah merambah ke Gunung Salak.
"Warga sangat resah dengan perluasan tambang yang sekarang sudah masuk di area Gunung Salak,” ungkap peserta dialog-warga dari Pancer.
Sementara itu, nada keras juga disampaikan Ari salah satu warga Pancer. “Saya bersama-sama saudara-saudara saya tidak akan menyerah untuk menolak keberadaan PT BSI di tanah kelahiran kami, walaupun sampai titik darah penghabisan. Padahal sudah jelas-jelas terlihat kerusakan lingkungan sebagai dampak aktivitas tambang di Gunung Tumpang Pitu sudah jelas terjadi, kok malah sekarang akan diperluas lagi,” cetusnya dengan kesal.
Begitu juga peserta dari Pancer lainnya seorang perempuan bernama Sumarti mengeluhkan konflik penambangan emas tidak pernah digubris. Begitu juga seorang nelayan, Firid warga Dusun Pancer Desa Pancer Kecamatan Pesanggaran. Ia mengaku bahwa adanya tambang Tumpang Pitu sama saja meracuni ikan di laut.
“Perlu saya sampaikan di forum ini, kami sebagai seorang nelayan merasa sangat dirugikan dengan adanya tambang Tumpang Pitu, kami menolak keras, karena akibat dari perluasan tambang itu, banyak ikan di laut yang mengambang. Air laut seolah menjadi lumpur. Tetapi walaupun tambang itu merajalela terhadap mata pencarian kami, tidak satupun dari pemerintah Banyuwangi yang memperhatikan nasib rakyat Pancer, dan kemana DPR kita, sampai saat ini apa mungkin tidak tahu,” jelas Farid.
Sedangkan Lalati SH sebagai perwakilan masyarakat Desa Sumberagung Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi yang juga sebagai pengacara di Kabupetan Banyuwangi, memberikan komentarnya.
“Demi masyarakat saya yang berprofesi sebagai pengacara di Banyuwangi, akan siap memperjuangkan masyarakat walaupun tanpa meminta imbalan kepada masyarakat. Kami akan berjuang bersama masyarakat untuk menolak perluasan kerja PT BSI di Gunung Salakan Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi,” kata Lalati saat bersama-sama masyarakat.
Seorang aktivis LSM yang menjadi pentolan KPK Independen, Rocky Sapullete, mempertanyakan penjualan saham. Dengan lantang dia mempertanyakan, apa motif penjualan saham milik Pemda ini, untuk apa uang hasil penjualan saham itu?. (arif indra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar