JAKARTA - Ratusan massa relawan
Doakan Jokowi Menang (DJM) melakukan aksi damai, di Kementerian PUPR dan KPK
menyuarakan adanya dugaan korupsi pada proyek pembangunan kawasan permukiman
nelayan, Tepi Air Kampung Hamadi, Kota Jayapura, Papua. Mereka membentangkan
spanduk terpanjang berisi tuntutan para pendemo di depan Gedung Kementerian
PUPR.
"Kami meminta Kementerian PUPR
melakukan kewajibannya membayarkan ganti-rugi terhadap hak masyarakat adat
keluarga besar Suku Ireeuw (Dominggus Irreuw - red),” terang Ketua Umum Relawan
DJM, Lisman.
Diterangkannya, Pemerintah seakan
lepas tangan dan mengabaikan persoalan ganti rugi terhadap hak-hak rakyat dalam
penyelesaian ganti-rugi pembangunan Keramba Kampung Nelayan Hamadi di Kota
Jayapura Papua dengan Nilai Kontrak Rp 49.463.700.000.000. “Proyek itu
dikerjakan PT. Basuki Rahmanta Putra dengan Konsultan PT. Blantickindo Aneka
pada Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017 – 2018,” demikian
tuntutan Massa aksi Relawan DJM di Kementrian PUPR dan KPK, Senin (18/3/2019).
Semangat Nawacita Jokowi Bersih,
Merakyat dan Kerja Nyata, lanjut Lisman, seharusnya bisa diimplementasikan di
Kementerian PUPR, terutama di Dirjen Cipta Karya. "Sehingga bisa
menyelasaikan persoalan hak-hak rakyat supaya mereka tidak tertindas dan bisa
mendapatkan keadilan yang nyata,” seru Lisman.
Sambil membentangkan spanduk
terpanjang, para pendemo mengharapkan agar Presiden Jokowi dapat melihat
kondisi dan nasib mereka di lokasi pemukiman nelayan di Jayapura. "Ribuan
nelayan yang merupakan loyalis dan militansi Jokowi di Papua meminta kepada
Presiden Jokowi agar dapat bisa melihat nasib mereka, akibat pembangunan
kerambah,” tambah Lisman.
Relawan DJM meminta Pemerintah
Pusat, terutama Kementrian PUPR agar bisa melakukan musyawarah mufakat terhadap
kerugian yang menimpa hak-hak masyarakat adat yang belum diselesaikan sama
sekali. “Kemudian hak-hak para nelayan pencari ikan yang terganggu terhadap
pembangunan tersebut yang mengakibatkan aktivitas mereka saat ini terganggu,”
tutur Lisman.
Menurut para demonstran, pembangunan
proyek pemukiman nelayan ini tidak melalui proses yang semestinya.
"Apalagi proyek tersebut, kami duga kuat tidak ada kajian amdal, sehingga
tidak memperhitungkan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang
ditimbulkan dari proyek tersebut,” urai Lisman lebih lanjut.
Dirinya juga menyampaikan bahwa
merupakan suatu ketidakwajaran bahwa nilai proyek yang begitu besar tidak ada
pergantian hak-hak masyarakat adat. Diduga kuat proyek tersebut di-mark-up,
sebab proyek tersebut dinilai tidak berguna alias menghabis-habidkan uang
rakyat saja.
Pihak relawan DJM mengancam akan
membawa kasus ini ke Lembaga KPK agar diusut. “Kebetulan saat ini Tim KPK yang
ada di Papua sedang sidak beberapa proyek yang sedang masalah,” tukas Lisman
lagi. (PR/red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar