Sebuah Rangkaian Kegiatan Festival Kampung Handil
Sabtu, 19 Maret 2016
Sabtu, 19 Maret 2016
Tulisan : Jamal Jamain (Dewan Seni Kabupaten Penajam Paser Utara)
PEMBUKAAN
Dialog
Budaya: Indonesia Berada di Handil sebagai bagian dari rangkaian
Festival Kampung Handil dilaksanakan pukul 20.30 malam di Lapangan
Olahraga Muara Jawa, depan Kantor Kecamatan Muara Jawa, yang berada di
Desa Handil, Muara Jawa, Kukar, Kaltim. Sekitar 90 orang berkumpul
khidmat menyimak materi-materi yang disampaikan oleh
narasumbernarasumber yang hadir dari
berbagai daerah untuk ikut menyuport geliat budaya yang sedang tumbuh
berkembang di Kampung Handil.
Beberapa wakil
dari unsur kecamatan hadir, di antaranya Koramil maupun Polsek.
Peserta kegiatan dialog yang berlangsung selama lebih dari 3 jam sampai
lewat tengah malam ini dihadiri oleh anak-anak SD-SMP-SMA yang bergiat di
sanggar seni, mahasiswa-mahasiswa Unmul, para pekerja migas, ibu-ibu rumah tangga,
anak-anak muda penggiat seni budaya, beberapa peserta yang hadir juga
berasal dari Samarinda, Balikpapan maupun Tenggarong.
Acara ini digagas
dan diketuai oleh Nino Bayu Saputra, penggerak seni budaya khususnya di
kalangan anak-anak muda, yang digarapnya bersama komunitas UNO, sekumpulan
anak muda yang belajar dan berproses bersama untuk pengembangan kegiatan-kegiatan
seni budaya dan organize event.
Acara ini diawali
oleh penampilan tari kontemporer oleh anak-anak muda Muara Jawa dari
Sanggar Seni Handil Borneo Etam, dilanjutkan sambutan pembukaan dari
Wakil Kapolsek Muara Jawa dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Acara
inti Dialog Budaya digawangi oleh moderator Agung Cahyadi Nugroho,
seorang guru yang menjadi penggerak seni budaya di kalangan anak muda
Handil.
Dialog diawali dengan pemaparan konsep keselarasan budaya dengan
sejarah bumi: Katastrofi Purba dan implikasinya pada manusia dan budaya,
yang dibawakan dengan sangat menarik dan berapi-api oleh DR. Ir. Andang
Bachtiar, MSc, pakar Dewan Energi Nasional, yang juga seorang budayawan.
Seperti proses-proses pembentukan dan penghancuran bumi, kemungkinan besar
manusia dan kebudayaannya juga SIKLUS bukan LINIER. Purba-modern,
purba-modern berulang-ulang, yang terjadi akibat terjadinya bencana besar
(katastrofi), yang melenyapkan sebuah peradaban hanya dalam waktu sekejap.
Dalam konteks Kampung Handil, Kampung Kutai, Kampung Kalimantan,
kampung besar Indonesia: kita harusnya terus menggali tinggalan-tinggalan bumi
maupun budaya maupun keterkaitan antar keduanya untuk bisa
memanfaatkannya ke depan demi sebesar-besarnya kemaslahatan bersama.
Narasumber
berikutnya adalah Ibu Dr Aji Qamara, dosen Universitas Mulawarman, yang
menyumbangkan uraian penyemangat tentang perlunya kita "menciptakan"
budaya kita sendiri. Tidak ada "budaya asli" yang stagnan, semuanya
saling berinteraksi dan berkembang. Menggali dan mendokumentasikan yang
lama dan mengembangkan yang baru yang sesuai dengan potensi yang ada,
itu menjadi PR bersama kita semua.
Datuk Marangan,
budayawan senior dari KuKar yang memiliki nama asli Budi Warga, tampil
bersemangat setelah ibu Qamara. Datuk Marangan menceritakan tentang
kekayaan ragam seni dan budaya Kukar, dengan mengambil contoh seni
tari-tarian "Kutai" dan sedikit menyerempet tentang adanya proses
akulturasi berbagai kebudayaan (Melayu, Banjar, Jawa, Bugis) dalam
budaya Kutai.
Pukul 10 malam
Junichi Usui, seniman musik kontemporer eksplorasi dari Tokyo, Jepang
dan Redy Eko Prastyo, seniman dari Malang pelaku konservasi musik
tradisional dan penggagas Jaringan Kampung Nusantara, memberikan
selingan penyegar dengan performance memainkan alat musik zoo, alat tiup
Jepang, yang dikolaborasikan dengan kombinasi petikan Sapek Kalimantan.
Kemudian sesi
diskusi dialog budaya kembali dilanjutkan, di sesi kedua, diawali oleh
Redy Eko Prastyo yang berbagi cerita tentang konsep perlunya membangun
strategi pertahanan budaya nusantara melalui memperkuat budaya kampung.
Kampung menjadi basis penguatan budaya. Redy membagikan kisah pengalaman
membangun Festival Kampung Cempluk di Kabupaten Malang yang saat ini
sudah masuk pada tahun ketujuh, juga contoh-contoh berkembangnya
kegiatan seni budaya di Festival Lima Gunung di Jawa Tengah yang sudah
berlangsung belasan tahun.
Ketika berbagai kampung di seluruh nusantara
memiliki event-event festival yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya, maka
event-event ini bisa di-set-up sebagai hari raya kebudayaan kampung, tiap-tiap
kampung akan punya hari raya kebudayaannya masing-masing, dan akan menjadi
sebuah tradisi ekspresi berkesenian dan berkebudayaan warga kampung yang
disuport bersama oleh kampung-kampung yang lain.
Isu inilah yang sedang digulirkan
oleh Jaringan Kampung Nusantara yang ditunjang dengan blasting informasi
yang kuat dengan memanfaatkan kemajuan teknologi internet. Seperti bola salju
yang menggelinding, isu ini mampu menggerakkan berbagai kampung di berbagai
daerah di nusantara untuk mengeksplorasi seni dan budayanya,
mendokumentasikan, dan membagikannya ke seluruh dunia melalui dunia
maya. Konsepnya adalah dari kampung untuk inspirasi Indonesia.
Setelah itu tiba
giliran Bachtiar Djanan, dari komunitas pergerakan Hidora (Hiduplah
Indonesia Raya) yang berada di Banyuwangi. Bachtiar berbagi cerita tentang
pengalaman mengembangkan Kampung Temenggungan di kota Banyuwangi, yang
dalam waktu relatif singkat telah mulai berhasil mengembangkan potensi
seni budaya dan aktivitas keseharian masyarakat kampung menjadi sebuah
potensi pariwisata yang bisa dijual dan dinikmati oleh wisatawan, dalam
sebuah muara peningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat
kampung. Bachtiar mengupas konsep trend pariwisata ke depan, yang akibat
berkembangnya sosial media, akan makin mengerucut pada bagaimana potensi-potensi
unik di daerah, di desa-desa, di kampung-kampung, menjadi sebuah daya tarik luar
biasa bagi pariwisata, khususnya saat ini di belahan bumi Eropa.
Terjadi
pergeseran trend pariwisata dari yang dulunya sekadar ingin menikmati
alam, kini kearifan lokal dan aktivitas keseharian masyarakat desa di
sawah, di peternakan, di kampung2 nelayan, menjadi pengalaman-pengalaman unik yang
ingin dirasakan dan dieksplorasi oleh wisatawan.
Sesi dialog ini
ditutup oleh pemaparan dari Erwan Riyadi, dari KuKar Kreatif, yang
mengupas tentang berbagai aktivitas kreatif yang saat ini mendapatkan
kesempatan sangat luas untuk berkembang, karena adanya program-program unggulan
pemerintah untuk membangun potensi ekonomi dan industri kreatif.
Menurut Erwan, ekonomi kreatif ini sebetulnya jauh lebih luas dari
definisi-definisi yang saat ini sudah dirumuskan oleh pemerintah, dan smua daerah,
termasuk Kukar perlu memanfaatkan kesempatan ini sebagai sarana
pengembangan diri, penguatan budaya, dan semuanya akan berdampak pada
meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Semangat, gairah,
keinginan untuk ikut menyemarakkan bergeliatnya potensi kampung-kampung
nusantara ini nampak di wajah-wajah para peserta penyimak diskusi larut malam
di udara terbuka itu. Sampai di penghujung acara Dialog Budaya yang
berakhir lewat tengah malam ini, masih bertahan sekitar 60 orang, yang
diharapkan nantinya merekalah sumber daya manusia yang andal yang akan
menjadi penggerak budaya di lingkungan dan kampungnya masing-masing. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar